Jamiyahan Madin NU Buaran

Penanaman karakter Ahlussunah wal jamaah yang lekat dengan kultur Nusantara.

Wisudawati Madin NU Buaran

Bukan hal mudah untuk menjadi wisudawati, namun dengan niat dan ketekunan yang gigihlah kami sampai disini.

Wisudawan Madin NU Buaran

Setidaknya kami telah mengenyam lembaran kitab-kitab kuning, yang akan kami perjuangkan kelak.

Suasana Belajar Madin NU Buaran

Belajar diwaktu kecil laksana mengukir diatas batu, ya... semoga ukiran kami tetap abadi.

Rutinitas Malam Jum'at

Adu strategi, siapkan mental jadi yang pertama meraih juara.

Pages

Rabu, 13 April 2016

Penjual Bambu Mendadak, Bangkrut

Mbah Yai Idris pernah bercerita,  suatu ketika, KH. Mahrus Ali Lirboyo disowani oleh seorang alumni yang usahanya bangkrut.

Setelah didawuhi oleh mbah yai Mahrus, akhirnya si alumni bercerita tentang ihwal usahanya. 
“Begini mbah yai, dulu setelah tamat saya pulang ke rumah dan memulai usaha dengan berjualan bambu. Alhamdulillah, lantaran berkah doa mbah yai, usaha saya lambat laun berkembang. Awalnya, untuk mengantar bambu pesanan pelanggan saya memakai gerobak dorong.”  

Setelah menghela nafas, si alumni melanjutkan ceritanya. “Lima tahun kemudian, dari tabungan hasil jualan bambu, alhamdulillah saya bisa membeli sebuah truck untuk kendaraan operasional dan usaha jualan bambu saya maju pesat. Jika sebelumnya dengan menggunakan gerobak dorong saya hanya bisa melayani pelanggan di desa saya dan desa-desa sekitarnya, begitu saya memiliki truck akhirnya saya bisa melayani penjualan bambu sampai ke luar kota.”  

Setelah disilahkan untuk minum teh oleh mbah yai Mahrus, si alumni kembali melanjutkan ceritanya. “Karena permintaan bambu dari luar kota semakin banyak, sementara kendaraan angkutnya cuma satu unit, akhirnya saya membeli lagi kendaraan pengangkut bambu secara bertahap sampai 10 unit truck. Dan alhamdulillah mbah yai, usaha sayapun melebar. Dari hanya jualan bambu, kemudian saya mencoba untuk membuka usaha baru jasa angkutan. Dan usaha baru saya ini maju pesat, bahkan lebih pesat dibanding usaha jualan bambu.”  

Setelah diam sesaat, si alumni bercerita lagi. “Tapi entah kenapa, setelah itu penghasilan yang saya peroleh dari hasil jualan bambu semakin hari semakin menyusut. Memang masih ada laba, tapi tidak seberapa, malah kadang-kadang tidak ada laba sama sekali. Sementara untuk usaha jasa angkutan saya terus meningkat. Karena saya tidak ingin terlalu repot, akhirnya usaha jualan bambu saya tutup dan saya fokus pada usaha jasa angkutan.”  
“Setelah kamu fokus pada jasa angkutan, bagaimana perkembangan penghasilanmu selanjutnya?”, tanya mbah yai Mahrus menimpali.  

Si alumni menjawab, “Anu mbah yai, awalnya masih lancar dan penghasilan saya tetap besar. Tapi setelah itu usaha jasa angkutan saya menyusut karena banyak saingan dan akhirnya satu persatu truck yang ada saya jual semua untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sayapun menjadi bangkrut.”  

Mbah yai Mahrus dawuh,“Heemmm…, lha itu salahmu. Wong jualan bambu itu yang mengantarkan kamu bisa membeli truck sampai 10 unit dan hidup berkecukupan, koq malah ditutup.”.

Minggu, 10 April 2016

Penemu Angka Nol, Satu dari sederet bukti Umat Islam dalam dunia keilmuan.

al-Khawarizimi
Legitimatisi (klaim) sepihak dari kalangan barat (non-Islam) sebagai gudangnya Ilmu Pengetahuan (munculnya para ilmuan), tidak bisa diterima secara mutlak (paten) kebenaranya. Sebab dari kalangan ulama', nyatanya tidak sedikit yang menemukan fan (cabang) ilmu, misalnya seorang ulama asal baghdad yang bernama "Muhammad bin Musa Al Khawarizmi," merupakan ilmuan  pertama di dunia Exact.

Meskipun masyarakat dunia sangat mengenal seorang ilmuan dari barat yang bernama "Leonardo Fibonacci" sebagai ahli matematika aljabar. Namun, dibalik kedigdayaan Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar ternyata hasil pemikirannya sangat dipengaruhi oleh ilmuwan Muslim bernama Muhammad bin Musa Al Khawarizmi

Muhammad bin Musa Al Khawarizmi dilahirkan di Bukhara sekitar awal pertengahan abad ke-9M (Tahun 780-850 M), atas raihanya dan sumbangsihnya dalam dunia kelilmuan menyebabkan, Ia memiliki banyak panggilan, selain terkenal dengan sebutan Al-Khawarizmi, beliau juga dikenal sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Sedankan di Barat Al-Khawarizmi dikenal sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi, al-Gorismi dan Ia dikenal sebagai penemu dari Aljabar dan juga angka nol.
Penyebutanya yang begitu banyak tersebut, karena Ia termasuk seorang intelektual muslim yang banyak menyumbangkan karyanya dibidang matematika, geometri, musik dan sejarah. Selainitu, beliau berjasa dalam mendirikan pilar-pilar matematika modern dan termasuk pengembang ilmu geometrik dengan angka-angka untuk persamaan kuadrat. Diantara penemuannya adalah menemukan angka nol. Beliau lahir di Khawarizmi, Selatan Amu Darya pada tahun 780 Masehi.
Dalam pendidikan telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik, ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.

(H-009) 

Uniknya Bahasa Jawa; Melestarikan Kekayaan Budaya

Indonesia adalah Negara yang kaya akan suku, bahasa dan alam. Tak heran ada ratusan bahasa yang tersebar di seluruh pelosok nusantara ini. Dan di antara sekitar 746 bahasa daerah yang ada di Indonesia, Jawa menempati posisi tertinggi sebagai bahasa yang paling banyak digunakan. Hal ini cukup masuk akal lantaran jumlah penduduk Jawa terbilang sangat banyak dan mendominasi. Bahasa Jawa bahkan dipakai di beberapa negara di luar sana sebagai media komunikasi. Salah satunya adalah Suriname yang notabene penduduknya adalah orang-orang Jawa yang dulu diasingkan oleh Belanda.

Bahasa Jawa memang unik jika dilihat dari sejarahnya yang panjang serta penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dulu pernah ada wacana untuk menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa nasional. Lalu kemudian Bung Karno tidak mengizinkannya karena satu dan lain hal.
Nah, berikut ini adalah beberapa keunikan bahasa Jawa yang tidak dimiliki oleh bahasa lain di Indonesia, bahkan mungkin dunia.

1. Bahasa Jawa Sama Sekali Tak Sulit
Tak ada yang benar-benar sulit dalam bahasa Jawa. Kita tinggal mengatakan apa yang diinginkan tanpa perlu terikat oleh prosedur apa pun. Misalnya ‘aku suka padamu’ ya cukup bilang “aku tresno karo kowe”. Tak perlu struktur yang susah misalnya memerhatikan subyek predikatnya.
Implementasinya juga sinkron baik ketika dilafalkan atau pun ditulis. Tak seperti bahasa Inggris yang biasanya lafal dan tulisannya beda. Misalnya ‘drunk’ yang dibaca ‘drang’. Perancis pun demikian, tulisan dan pengucapannya juga berbeda. Dalam bahasa Jawa hal yang demikian ini tidak alami.

2. Tidak Terikat Aturan Waktu
Dalam bahasa Jawa tak ada aturan soal waktu, maksudnya penggunaannya tidak diatur berdasarkan waktu ketika diucapkan. Misalnya kemarin ya kita tinggal tambahi kata “wingi”. Begitu juga untuk aturan waktu yang lain.
Jika dibandingkan dengan bahasa lain misalnya Inggris, Jawa jauh lebih mudah. Dalam bahasa Inggris, penggunaan waktu sangat diperhatikan. Seperti yang kita tahu, waktu berpengaruh pada imbuhan atau to be dan juga kata kerjanya atau verb. Jepang juga demikian, ada beberapa sisipan yang harus diimbuhkan pada kalimatnya sebagai penunjukkan waktu.

3. Bahasa Jawa Bisa Jadi Indeks Kesopanan
Dalam bahasa Jawa kita mengenal level. Nah, tingkatan ini bisa terjadi tergantung dari siapa yang kita ajak bicara. Dalam tulisan pun sama, tergantung dari siapa obyek yang kita tuju maka tulisan juga punya levelnya.
Level dalam bahasa Jawa ini ada yang disebut ‘Ngoko’, ‘Kromo’ dan ‘Kromo Inggil’. Ngoko biasanya dipakai kepada sesama atau yang lebih muda, sedangkan kromo dan kromo inggil ditujukan kepada yang lebih tua. Perbedaan ngoko dan kromo ini biasanya terletak pada sapaan dan kata kerja. Misalnya saja kata ‘kamu’ ketika diucapkan kepada rekan yang seumuran adalah ‘kowe’, sedangkan ketika berbincang dengan yang lebih tua kita menggantinya dengan ‘sampeyan’, dan untuk yang lebih tua lagi kita pakai ‘panjenengan’.

4. Bahasa Jawa Lebih Kaya Kosa Kata
Keunggulan lainnya dari bahasa Jawa adalah kita bisa menemukan padanan kata yang sangat beragam untuk satu kata saja. Contohnya kata ‘jatuh’, dalam bahasa Inggris kita bisa menyebutnya dengan ‘fall’ atau ‘tumble’, namun dalam bahasa Jawa kita bisa menemukan padanan kata ‘jatuh’ ini banyak sekali. Misalnya, tibo, jlungup, jempalik, ceblok, kepreset, ndelosor, nyungsep dan masih banyak lagi yang lain.
Manfaat dari padanan kata yang beragam ini adalah penggunaannya yang detail dan spesifik. Misalnya ketika jatuh ke belakang kita bisa memakai jempalik, atau nyungsep ketika kita jauh ke depan. Tentu saja tak hanya satu kata saja yang punya banyak padanan kata seperti ‘jatuh’ tadi.

5. Bisa Dikemas Arabik Atau Aksara Jawa
Keunikan bahasa Jawa adalah ia bisa dikemas dengan tiga cara. Pertama adalah latin atau aksara biasa, kedua bisa ditulis pakai bahasa arab dan ketiga dengan menggunakan aksara Jawa atau yang dikenal dengan istilah Hanacaraka.

Tak banyak bahasa yang bisa dikemas multi aksara seperti ini. Hal ini jadi bukti jika bahasa Jawa bisa diakulturasikan ke banyak tulisan. Bukti-bukti jika bahasa Jawa bisa ditulis arab adalah kitab-kitab lama. Sedangkan tulisan aksara Jawa bisa dilihat di banyak literatur kuno.

Jika diamati dengan seksama, memang sepertinya hanya bahasa Jawa yang punya deretan kelebihan ini sekaligus. Mulai dari kemudahannya, tak terkait waktu hingga memiliki struktur level berdasarkan kepada siapa bahasa ini diucapkan. Oleh karenanya, jaga warisan budaya satu ini jangan sampai hilang dan sirna. Banyak pelajar asing yang ingin mempelajari bahasa ini karena keindahannya, maka kita hendaknya juga melakukan hal yang sama dengan cara melestarikannya di kehidupan sehari-hari.

(H-008) 

Teladan Sahabat Nabi

Suatu hari, Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu.
Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.
"Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!"
Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata : "Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !".

Umar segera bangkit dan berkata : "Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?" Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata : "Benar, wahai Amirul Mukminin."
"Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."
"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tukas Umar. Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya : "Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.
"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.
"Tegakkanlah had Allah atasnya!" timpal yang lain. Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh. "Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayahmu", lanjut Umar.
Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.
"Maaf Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala, "Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa". Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata :
"Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?", tanya Umar.
"Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah", ujarnya dengan tegas. "Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash". "Mana bisa begitu?", ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.
"Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman", rajuknya.
"Sayangnya tidak ada, Amirul Mukminin". "Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggung jawaban kaumku bersamaku?", pemuda lusuh balik bertanya kepada Umar. "Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Umar.
"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang.
Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar suara lantang : "Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin". Ternyata Salman al-Farisi yang berkata. "Salman?" hardik Umar marah. "Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini".
Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.
Akhirnya dengan berat hati, Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya. Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.
Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.
Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh. Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali. ”Itu dia!” teriak Umar. “Dia datang menepati janjinya!”. Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.
Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya :
”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah, “Tak kukira... urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”. ”Kupacu... tungganganku... tanpa henti, hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa... kutinggalkan... lalu aku berlari dari sana..” ”Demi Allah”, ujar Umar menenanginya dan memberinya minum, “Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar. ”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi ksatria... menepati janji...” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.
”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.
“Lalu kau, Salman, mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?" Kemudian Salman menjawab : " Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”. Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu. ”Allahu Akbar!”, Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak. “Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”. Semua orang tersentak kaget. “Kalian...” ujar Umar. “Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru. Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana : ”Allahu Akbar!” teriak hadirin.
MasyaAllah..., saya bangga menjadi muslim bersama kita ksatria-ksatria muslim yang memuliakan al islam dengan berbagi pesan nasehatnya untuk berada dijalan-Nya.
Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.


(H-0012)  

Al-Jurumiyyah; Kitab Legendaris Kaum Sarungan

Dalam kitab “Al Kawakib Al Durriyah” diceritakan, Syeikh Imam Al-Sonhaji, pengarang sebuah kitab nahwu, tatkala telah rampung menulis sebuah buku tentang kaidah nahwu yang ditulisnya dengan menggunakan sebuah tinta, beliau mempunyai azam untuk meletakkan karyanya tersebut di dalam air. Dengan segala sifat kewara’annya dan ketawakkalannya yang tinggi, beliau berkata dalam dirinya: “Ya Allah jika saja karyaku ini akan bermanfaat, maka jadikanlah tinta yang aku pakai untuk menulis ini tidak luntur di dalam air”. Ajaib, ternyata tinta yang tertulis pada lembaran kertas tersebut tidak luntur.

Dalam riwayat lain disebutkan, ketika beliau merampungkan karya tulisnya tersebut, beliau berazam akan menenggelamkan tulisannya tersebut dalam air mengalir, dan jika kitab itu terbawa arus air berarti karya itu kurang bermanfaat. Namun bila ia tahan terhadap arus air, maka berarti ia akan tetap bertahan dikaji orang dan bermanfaat.

Sambil meletakkan kitab itu pada air mengalir, beliau berkata : “Juruu Miyaah, juruumiyaah” (mengalirlah wahai air!). Anehnya, setelah kitab itu diletakkan pada air mengalir, kitab yang baru ditulis itu tetap pada tempatnya. Itulah kitab matan “Al-Jurumiyah” karya Imam Al Sonhaji yang masih dipelajari hingga kini. Sebuah kitab kecil dan ringkas namun padat yang berisi kaidah-kaidah ilmu nahwu dan menjadi kitab rujukan para pelajar pemula dalam mendalami ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab) di berbagai dunia. Selain ringkas, kitab mungil ini juga mudah dihafal oleh para pelajar.
(H-008) 

Sabtu, 09 April 2016

Tidak ada kata TIDAK, untuk Dengungkan Sholawat Untuk Nabi Muhammad SAW

Meskipun situasi kekinian marak muncul orang atau kelompok yang antipati dengan membid'ahkan orang yang mengekspresikan cintanya kepada Rasulullah dengan membaca sholawat untuk Nabi Muhammad SAW, namun ratusanSantri Madrasah Nahdlatul Ulama Buaran di Kota Pekalongan, dengan nada indah rutin melantunkan Sholawat pada kitab al-barzanji di setiap malam jum'at.

Dikalangan Nahdlatul ulama sebenarnya membacakan sholawat nabi sudah jelas hukumnya, adakalnya wajib (harus dibaca) seperti dalam sholat, ketika seorang muslim sampai pada posisi tawaruq maka wajiblah ia membacakan sholawat untuk nabi, tanpa sholawat maka batalah sholatnya, sedangakan adakalnya sunnah (ditinggal tidak berdosa dilakukan lebih baik) berada diluar sholat. Bahkan beberpa kalangan yang berthariqah (menapaki jalan suci), membaca sholawat tertentu seperti sholawat qodiriyah, naqshabandiyah sudah menjadi kewajiban, karena hal demikian tidak lain sebab keberadaan nash (dalil hukum Islam) yang ada pada para ulama (salafus shalikh). bahkan tidak hanya demikian, dikalangan pelajar (santri), rutinitas bersholawat bisa menjadi metode belajar karakter dimasayarakat, seperti yang dilakukan di Madrasah Diniyyah Nahdlatul Ulama (MADIN NU) Buaran Pekalongan.

Menurut Kepala Madrasah Ust. Fathurrahman, Kegiatan yang diberi nama "JAM'IYYAHAN" tersebut, selain untuk mengamalkan ajaran agama berdasarkan tradisi yang ada sejak dahulu juga sebagai metode pembelajaran untuk para santri. "Saya mengharap kegiatan Jam'iyyahan yang dilakukan setip malam jum'at dalam satu bulan itu, bukan hanya rutinitas keagamaan saja, melainkan bisa menjadi metode pembelajaran bagi para santri untuk bisa tampil dimasyarakat."

lebih lanjut kepala madrasah menjelaskan, dalam kegiata Jam'iyyahan yang dilakukan setiap malam jumat itu, seluruh petugasnya adalah santri yang sudah diberikan materi oleh dewan asatidz (guru), baik mulai dari Pembawa Acara, Qori', Khitobah, dan Pembaca Sholawat, dimana diharapkan para santri bisa berperan dimasyarakat, mulai di tingkat RT atau Musholla setempat. "dengan dilatihnya santri tentang bagaimana caranya menjadi pembawa acara, membaca al-qur'an sebagai qori' dan bersambutan, nantinya bisa berkiprah dimasyarakat, ya setidaknya di tingkat rt atau di musholla setempat." tambah kepala madarsah

Sementara itu, salah satu santri madrasah diniyyah nahdlatul ulama kelas 3 yang bertugas sebagai qori' yang bernama Naila Rizqia Azhar menuturkan kebahagiaanya, "al-Hamdulillah semenjak diajarin qiro' sama pak nafi', setidaknya saya bisa qiro, walaupun belum bagus banget, tapi saya tau nada hijaz dan lainya. tuturnya.

(H-009)